Luka terpaksa mengeram lebih lama dari yang kukira. Membuka
pagi, berkicau seadanya, agar luka segera reda.
Demikianlah kisah luka di kepala yang kusimpan rapi, nyerinya
selalu beterbangan di pagi belum ada. Sambil ditemani kicau
burung di beranda dan bebunga mekar di halaman ingatan.
Lalu di subuh yang hampir sirna, luka melunglaikan raga.
Luka memang selalu ada, tinggal bagaimana kita berkicau
semampunya. Agar surga menjadi taman bunga di kepala.
Didik Siswantono, 2014
No comments:
Post a Comment